Hai “Etika’,kemana saja dirimu?kok baru sekarang muncul setelah sekian lama tenggelam dalam bayang bayang cakrawala penguasa.
Ilustrasi diatas menjadi bait tajam dalam ragam narasi menggelitik dari bagian perjalanan politik Bangsa Indonesia. .
Pengunuman mendadak politikus hebat sekelas Ketua Umum Partai Golkar,Bapak Airlangga Hartanto (10/08 ) yang diucapkan dengan mimik sederhana,sarat dengan untaian kata yang bermakna Kebangsaan tinggi yang terucap dari seorang kenegarawanan sekelas Bapak Airlangga Hartanto,bisa menjadi representasi unik dari “Etika”.
Perseteruan yang kian menghangat antara PBNU sebagai Ormas Islam terbesar milik Bangsa Indonesia sekaligus menjadi aset Bangsa versus Partai PKB yang murni berbasis dunia politik,dimana sebenarnya keduanya juga sama sama menjadi korban dari “Etika” dan marah juga ketika “Etika” ternyata dilanggar.
PBNU sangat keberatan ketika dianggap sebagai representasi PKB,pun demikian, PKB mendeklarasikan diri menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari PBNU.
Keduanya akan berangkulan dan saling memahami dengan bijaksana ketika “Etika” tetap dipertahankan dan tidak dilanggar dari awal.
Ilustrasi kedua cerita politik dahsyat diatas yang menjadi perbincangan masyarakat luas,menggerakkan penulis untuk kembali mengingatkan bahwa “Etika” itu penting penerapannya dalam segala strata kondisi.
Penulis meyakini dengan seyakin yakinnya bahwa mundurnya Bapak Airlangga Hartanto sebagai Ketum Golkar,tidak bisa lepas dari gambaran penegasan dari Frasa “ketika Etika dilanggar”.
Pun demikian juga dengan PBNU dan PKB yang saling membenarkan diri dan memang penulis juga meyakini bahwa Apa yang Ketua Umum PBNU dan Ketua Umum PKB itu memang keduanya benar semua,tetapi menyeruak hebat dengan bahasa rivalitas karena ada “Etika” yang dilanggar.
” Hai Presiden Jokowi,mohon jangan jadi pelanggar Etika juga nggih,” harap Penulis,walaupun potensi melanggar Etika mulai terasa ketika Peraturan Pemerintah terkait Alat Kontrasepsi khusus untuk pelajar mulai menjadi perbincangan hebat di masyarakat.
” Hai Bapak Bahlil,mohon tidak menerobos jalur “Etika” nggih,Bahaya ” harap penulis,walaupun merebak isu bahwa pengunduran diri Ketum Golkar merupakan skenario dahsyat seorang Bahlil.
Ketika ” Etika” dilanggar,tidak ada satupun pihak yang bisa menerima dengan legowo,dan pasti akan ada perjuangan untuk memunculkan konsekwensi penting sebagai pelajaran bersama.
Ketika “Etika” dilanggar,maka sang pelanggar bisa diidentifikasi mempunyai moral sebagai Penguasa yang Anti Kritik dan Sak Karepe Dewe.
Ketika ” Etika ” dilanggar maka bersiap siaplah untuk menerima konsekwensi hebat dari Alam yang memang “TIDAK PERNAH MELANGGAR ETIKA”.
Dan Ketika ” Etika ” dilanggar,maka “Etika” akan memanggil sang Karma untuk menampakkan taring hukumnya dan akan bergerak sangat cepat.
Penulis : Heru MAKI,yang hierarki keilmuannya adalah sarjana Ilmu Politik dan merupakan Ketua LSM MAKI Jatim serta mendeklarasikan diri sebagai Pengamat Politik Rakyat Jelata ( PPRJ )